Rabu, 29 Februari 2012
Profil Biodata Foto Hwang Chansung 2PM
Profil Biodata Foto Hwang Chansung 2PM - Chansung adalah anggota termuda 2PM. Namun, selain bertubuh tinggi besar, pembawaannya tampak dewasa. Menurut anggota 2PM yang lain, masalah Chansung hanya satu. Apa ya?Ternyata kesukaannya pada makanan adalah satu-satunya masalah Chansung. Pria kelahiran 11 Februari 1990 itu sangat suka makan dan selalu merasa lapar.
Pernah dalam sebuah episode 'We Got Married' Nichkhun dan Victoria, mereka berdua diberi misi untuk menulis tentang makanan khas Korea. Karena kekenyangan sedangkan mereka sudah makan sangat banyak, Nichkhun akhirnya menelepon Chansung. Chansung-lah yang akhirnya menghabiskan semua makanan tersebut.
Chansung menyukai segala jenis makanan terutama pisang. Kesukaannya terhadap pisang melahirkan nama panggilan baru untuknya, Chanana (Chansung dan banana). Ia mengaku pernah menghabiskan sesisir pisang dalam sekejap sambil bermain game di komputernya.
Meski menjadi yang termuda di 2PM sifat Chansung ternyata tidak kekanakan seperti Wooyoung. Sang manajer sendiri mengaku, selama bergabung dengan 2PM Chansunglah yang paling banyak berubah menjadi semakin dewasa.
"Ketika pertama kali melihat Chansung, ia seperti anak kecil. Namun ternyata Chansung yang paling banyak berubah (menjadi dewasa) setelah bergabung dengan 2PM," ujar Lee Ju Seob dalam sebuah episode '2PM Show' seperti dikutip DetikHot.
Sebelum bergabung dengan 2PM, Chansung pernah dua kali tampil di televisi. Ia ambil bagian dalam sebuah komedi situasi bertitel 'Unstoppable High Kick' di mana ia berakting sebagai playboy. Karakter dan aktingnya sangat kuat sampai-sampai banyak yang tak menyangka Chansung masih berusia muda.
"Perannya dalam komedi situasi itu sangat kuat. Itu sebabnya aku pikir dia lebih tua dari diriku. Aku tak menyangka ia masih muda dan bahkan yang termuda di 2PM," ujar anggota girlband Brown Eyed Girls Ga In yang berusia 3 tahun lebih tua dari Chansung. Ga In memang berteman dekat dengan anggota 2PM.
Di usianya yang ke 21 tahun, Chansung kini sudah bertambah dewasa. Ia dikenal sebagai pribadi disiplin dan peduli dengan orang lain. Bagaimana Chansung mendefinisikan dirinya sebagai pria yang baik?
"Itu pertanyaan sulit. Seorang pria yang baik selalu mengerti dengan perasaan orang-orang di sekitarnya. Aku ingin jadi seorang pria yang mengerti orang-orang yang kusayang," aku Chansung dalam sebuah sesi wawancara dengan AnAn Magazine.
Chansung kini disibukkan dengan promo album di Korea dan Jepang bersama 2PM. Ditambah dengan tur keliling Asia, apa yang sangat ingin dilakukan Chansung jika memiliki waktu untuk liburan?
"Aku sangat ingin berlibur ke Prancis. Aku bermimpi untuk pergi ke tempat di mana orang tidak mengenalku," pungkas Chansung.
Biodata:
Nama: Hwang Chansung
Nickname: Perry, PwangGa
Profesi: Penyanyi, Aktor, Model
Label: JYP Entertainment
Tgl Lahir: 11 February 1990
Tinggi: 184cm
Berat : 75 kg
Gol. Darah: B
Hobi: Dengerin musik, main game
Specialty: Taek Kwon Do, Kumdo
Foto:
Cinta Itu Butuh Kesabaran
Cerita ini adalah kisah nyata... Dimana perjalanan hidup ini ditulis
oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya. Bacalah, semoga kisah nyata
ini menjadi pelajaran bagi kita semua Cinta itu butuh kesabaran...
Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita??? Hari itu..
aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita... Aku menjadi
perempuan yg paling bahagia... Pernikahan kami sederhana namun meriah...
Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu. Aku bersyukur
menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan
pula. Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya. Kami akan
berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu...
Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci... Aku
sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku...
sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku. Banyak orang
yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali
bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya. ***
Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa
waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena
sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil
(bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami. Karena dia anak lelaki
satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk
mendapatkan penerus generasi baginya. Alhamdulillah saat itu suamiku
mendukungku... Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga
titipan-NYA. Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu
& adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak
menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu
dari suamiku... Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi
dibelakang suami ku, aku dihina-hina oleh mereka... Pernah suatu ketika
satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya
hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku
menjadi seorang janda itu. Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum
sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang &
malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al – Qur'an. Aku sibuk bolak-balik
dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku
sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan. Namun saat ketika
aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat didalam
kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu
juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan
ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku. Alhamdulillah suamiku
ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar,
tapi aku tak boleh sedih di hadapannya. Kubuka pintu yang tertutup rapat
itu sambil mengatakan, "Assalammu'alaikum" dan mereka menjawab salam
ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku.
Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5
hari mata nya selalu tertutup. Tangannya melambai, mengisyaratkan aku
untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium
tangannya sambil berkata "Assalammu'alaikum", ia pun menjawab salam ku
dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum
melihat wajahnya. Lalu.. Ibu nya berbicara denganku .. "Fis, kenalkan
ini Desi teman Fikri". Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman
baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat
akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan
orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak
aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka
bicarakan. Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala
suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku
yang bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan
suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya. Tapi ketika di
luar adik ipar ku berkata, "lebih baik kau pulang saja, ada kami yg
menjaga abang disini. Kau istirahat saja. " Anehnya, aku tak
diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak
beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat
dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan
suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga
mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku
mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut
apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak, suamiku tetap saja
membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu
dengan linangan air mata. Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan
menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa
menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat
membenciku. *** Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku
aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.
Pagiitu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku
memanggil ku ke taman belakang, ia baru aja selesai sarapan, ia
mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang
bertaburan di kolam air mancur itu. Aku bertanya, "Ada apa kamu
memanggilku?" Ia berkata, "Besok aku akan menjenguk keluargaku di
Sabang" Aku menjawab, "Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi
barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memeegang tiket bukan?"
"Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga
sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan
aku akan pulang dengan mama ku", jawabnya tegas. "Mengapa baru sekarang
bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?", tanya ku balik
kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia
baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah
bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya. "Mama minta aku yang
menemaninya saat pulang nanti", jawabnya tegas. "Sekarang aku ingin
seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan?",
lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih
dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan padanya. Bahagianya
aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya
walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku. Aku hanya bisa
tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku, tapi karena
keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena
suamiku sangat sayang padaku. Kemudian aku memutuskan agar ia saja yang
pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah
tangga kami. Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh
keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan
diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir
justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh
keluarga ini. Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil
membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan
menghapus air mata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya.
Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi
aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena
akan ditinggal pergi olehnya. Aku tidak pernah ditinggal pergi selama
ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi. Apa mungkin
aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya
hanya pembantu sajalah teman mengobrolku. Hati ini sedih akan di
tinggal pergi olehnya. Sampai keesokan harinya, aku terus menangis..
menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak
enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya pada
suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku. *** Berjauhan dengan suamiku,
aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku
mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu
kesepian ditinggal pergi ke Sabang. Saat kami berhubungan jarak jauh,
komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit
sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit
dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke
rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana.
Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3. Aku menangis..
apa yang bisa aku banggakan lagi.. Mertuaku akan semakin menghinaku,
suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari
rahimku.. namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku
hanya bisa memeluk adikku. Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu
ia pulang dan bertanya-tanya, "kapankah ia segera pulang?" aku tak
tahu.. Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu
marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku
jika ia selalu marah-marah terhadapku.. Lebih baik aku tutupi dulu
tetang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada
di Sabang. Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang,
aku akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari
demi hari aku hitung... Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu
ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan
ada sms yang masuk. Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang
sms. Ia menulis, "aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu
hari lagi, aku akan kabarin lagi". Hanya itu saja yang diinfokannya.
Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yg
aku tunggu pun tiba, aku menantinya dirumah. Sebagai seorang istri, aku
pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut
suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah
komunikasi kami yang buruk akhir-akhir ini. Bel pun berbunyi, kubukakan
pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang
tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk
melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada
syaithan yang masuk ke dalam rumah kami. Setelah itu akupun berdiri
langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya.. MasyaAllah.. ia tidak
mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas,
kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku.. Aku hanya berpikir,
mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaannya sampai aku pun
tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku pada tempat
mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta. Biasanya kami selalu
berjama'ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega
membangunkannya. Aku hanya mengeelus wajahnya dan aku cium keningnya,
lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka'at. *** Aku mendengar
suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon
kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia
tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dariatas ke
bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk
mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi. Aku merasa ada yang aneh dengan
suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak biasa
terhadapku? Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada
sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuaku dan
kebetulan Dian yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya
apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, "Loe
pikir ajasendiri!!!". Telpon pun langsung terputus. Ada apa ini? Tanya
hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali
dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi
memanjakan aku. Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia
telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya
berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya
aku dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada
yg keras. Suamiku telah berubah. Bahkan yang membuat ku kaget, aku
pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku
menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu
ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di
atas para istri, itu pedoman yang aku pegang. Aku hanya berdo'a semoga
suamiku sadar akan prilakunya. *** Dua tahun berlalu, suamiku tak
kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti
ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan. Kemesraan yang
kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu,
aku tetap merawatnya & menyiapkan segala yang ia perlukan.
Penyakitku pun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah
bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna,
harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua
akan berakhir. Bersyukurlah.. Aku punya penghasilan sendiri dari
aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang
padanya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat
semampuku. Sungguh.. Suami yang dulu aku puja dan aku banggakan,
sekarang telah menjadi orang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu
menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah
makan malam usai, suamiku memanggilku. "Ya, ada apa Yah!" sahutku dengan
memanggil nama kesayangannya "Ayah" "Lusa kita siap-siap ke Sabang ya."
Jawabnya tegas. "Ada apa? Mengapa?", sahutku penuh dengan keheranan.
Astaghfirullah.. Suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar,
dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.
Dia mengatakan "Kau ikut saja jangan banyak tanya!!" Lalu aku pun
bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil
menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi. Dua tahun
pacaran, lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang
asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang
dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin.. Sangat dingin
dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku
berontak berteriak, tapi aku tak bisa. Suamiku tak suka dengan wanita
yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang.
Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya.
Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku
ini, dalam kesendirianku.. *** Kami telah sampai di Sabang, aku masih
merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur karena terus berpikir.
Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu &
adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini.. Aku dan suamiku pun
masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tua itu, ia pun
langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya. Baru saja aku
membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua yang
berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku
lahir. Tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku
untuk bersegera berkumpul diruang tengah, aku pun menuju ke ruang
keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak seperti rumah
zaman peninggalan belanda. Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan
suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani bertanya padanya.
Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling
berhak atas semuanya, membuka pembicaraan. "Baiklah, karena kalian telah
berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha". Neneknya berbicara
sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam. "Ada apa ya Nek?" sahutku
dengan penuh tanya.. Nenek pun menjawab, "Kau telah bergabung dengan
keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat
tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu
keguguran!!". Aku menangis.. Untuk inikah aku diundang kemari? Untuk
dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku? "Sebenarnya kami sudah punya
calon untuk Fikri, dari dulu.. Sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri
anak yang keras kepala, tak mau di atur,dan akhirnya menikahlah ia
dengan kau." Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang
Sabang seperti itu semua. Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah
suamiku yang kosong matanya. "Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun
sudah berkenalan dengannya", neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.
Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin
aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya
keberanian untuk itu. Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan
yang terakhir dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang
kemudian berkata, "kau maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?"
MasyaAllah.. Kuatkan hati ini.. Aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan
remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti
ini terhadapku.. Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku
yang tinggal di pulau kayu, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun
belakangan ini. "Fish, jawab!." Dengan tegas Ibunya langsung memintaku
untuk menjawab. Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang
dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas. "Walaupun aku tidak bisa
berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya
melalui bathiniah, untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan
menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami." Itu yang aku jawab,
dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu juga suamiku
memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikit pun
menetes di hadapan mereka. Aku lalu bertanya kepada suamiku, "Ayah
siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti, yah?" Suamiku
menjawab, "Dia Desi!" Akupun langsung menarik napas dan langsung
berbicara, "Kapan pernikahannya berlangsung? Apa yang harus saya siapkan
dalam pernikahan ini Nek?." Ayah mertuaku menjawab, "Pernikahannya 2
minggu lagi." "Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah,
untuk menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok", setelah
berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar. Tak tahan lagi..
Air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu
kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku
sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi.
Sakit.. Diiringi akutnya penyakitku.. Apakah karena ini suamiku menjadi
orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini? Aku berjalan menuju ke
meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, "sudah
tidak cantikkah aku ini?" Kuambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang
setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak
cantik lagi, rambutku sudah hampir habis.. kepalaku sudah botak dibagian
tengahnya. Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang
datang, ia berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera
memandangnya dari cermin meja rias itu. Kami diam sejenak, lalu aku
mulai pembicaraan, "terima kasih ayah, kamu memberi sahabat kepada ku.
Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti! Iya
kan?." Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia
tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan
jangan salah memakai shampo. Dalam hatiku bertanya, "mengapa ia sangat
cuek?" dan ia sudah tak memanjakanku lagi. Lalu dia berkata, "sudah
malam, kita istirahat yuk!" "Aku sholat isya dulu baru aku tidur",
jawabku tenang. Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung
mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk
mengurusi pernikahan suamiku. Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang
juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti
dulu,yang sangat memanjakan aku atas rasa sayang dan cintanya itu. ***
Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di
laptopku. Dilaptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku
marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat
suamiku yang sedang tidur pulas, apa salahku? sampai ia berlaku sekejam
itu kepadaku. Aku save di My Document yang bertitle "Aku Mencintaimu
Suamiku." Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak
sanggup untuk keluar. Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari,
karena mungkin saja aku takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri
sangat lama.. lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya
masuk dan berbicara padaku. "Apakah kamu sudah siap?" Kuhapus airmata
yang menetes diwajahku sambil berkata : "Nanti jika ia telah sah jadi
istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya
sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam
kamar pengantin bacakan do'a diubun-ubunnya sebagaimana yang kamu
lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu..", perkataanku terhenti karena
tak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.
Tiba-tiba suamiku menjawab "Lalu apa Bunda?" Aku kaget mendengar kata
itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan
mata yang berbinar-binar... "Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan
barusan?", pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.
Dia mengangguk dan berkata, "Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa
bunda?", sambil ia mengelus wajah dan menghapus air mataku, dia agak
sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.
Dia tersenyum sambil berkata, "Kita liat saja nanti ya!". Dia memelukku
dan berkata,"Bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain
mama". Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan
berkata, "Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja?
Mengapa Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih
sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan
satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwa aku tidak pernah berzinah!
Dulu.. Waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa melupakannya,
setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yang dihadapanku
itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzina
Ayah." Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil
berkata, "Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah". Saat itu juga,
diangkatnya badanku.. Ia hanya menangis. Ia memelukku sangat lama, 2
tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari
bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, "bunda baik-baik
saja kan?" tanyanya dengan penuh khawatir. Aku pun menjawab, "bisa
memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah mebuatku baik,
Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang". Karena dia akan menikah. Aku
tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi
akad nikah tersebut. *** Setelah tiba di masjid, ijab-qabul pun dimulai.
Aku duduk diseberang suamiku. Aku melihat suamiku duduk berdampingan
dengan perempuan itu, membuat hatiini cemburu, ingin berteriak
mengatakan, "Ayah jangan!!", tapi aku ingat akan kondisiku. Jantung ini
berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul
selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia, tante yang baik itu,
memelukku. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya... Aku
kuat. Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding di pelaminan.
Orang-orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka
melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin melihat wajahku yang
selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. Hatiku menangis. Sampai dirumah,
suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencuci kakinya.
Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan
pernikahan ini? Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga
suamiku, tak seperti aku dahulu, yang di musuhi. Malam ini aku tak bisa
tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat
aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan didalam sana.
Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk
berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa
ruang tengah. Kudekati lalu kulihat. MasyaAllah.. Suamiku tak tidur
dengan wanita itu, ia ternyata tidur disofa, aku duduk disofa itu sambil
menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan kiriku,
tentu saja aku kaget. "Kamu datang ke sini, aku pun tahu", ia berkata
seperti itu. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat
lail ia berkata, "Maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita
karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang
dengan mama, papa dan juga adik-adikku" Aku menatapnya dengan penuh
keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia
memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi.
Ya Allah.. Apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil
nyawaku sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini.
Tapi.. Masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari
suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini.. Suamiku berbisik, "Bunda
kok kurus?" Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku
rasakan. Aku pun berkata, "Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?" "Aku
kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering
terluka oleh sikapku yang egois." Dengan lembut suamiku menjawab seperti
itu. Lalu suamiku berkata, "Bun, ayah minta maaftelah menelantarkan
bunda.. Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus
mencintai ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta
ayah dan satu lagi.. Ayah pernah melihat SMS bunda dengan mantan pacar
bunda dimana isinya kalau bunda gak mau berbuat "Seperti itu" dan
tulisan seperti itu diberi tanda kutip ("seperti itu"). Ayah ingin
ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda
pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi
oleh keluarga ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda" Hati ini sakit
ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya,
hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat Betapa
tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini. Aku hanya menjawab,
"Aku sudah ceritakan itu kan Yah. Aku tidak pernah berzinah dan aku
mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku
memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu
Yah. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari
menangis karena menderita mencintaimu." Entah aku harus bahagia atau aku
harus sedih karena sahabatku sendirian dikamar pengantin itu. Malam
itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha
memaafkannya beserta sikap keluarganya juga Karena aku tak mau mati
dalam hati yang penuh dengan rasa benci. *** Keesokan harinya... Ketika
aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku
sakit sekali.. aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia
langsung menggendongku. Aku pun dilarikan ke rumah sakit.. Dari
kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku.. Aku merasakan tanganku
basah.. Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa
kekhawatiran. Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan,
"Bunda, Ayah minta maaf..." Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam
hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku? Aku berkata dengan suara
yang lirih, "Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang
tua bunda, anterin bunda kesana ya, Yah.." "Ayah jangan berubah lagi ya!
Janji ya, Yah... !!! Bunda sayang banget sama Ayah." Tiba-tiba saja
kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak
bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat
wajahnya yang tampan, berlinang air mata. Sebelum mata ini tertutup,
kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil. Aku
bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku.. Aku bahagia selalu
melayaninya dalam suka dan duka.. Menemaninya dalam ketika ia mengalami
kesulitan dari kami pacaran sampai kami menikah. Aku bahagia bersuamikan
dia. Dia adalah nafasku. Untuk Ibu mertuaku : "Maafkan aku telah hadir
didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup didalam hati anakmu,
ketahuilah Ma.. Dari dulu aku selalu berdo'a agar Mama merestui hubungan
kami. Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya
buktinya Ma? Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma? Fikri tetap
milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu
aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa
kau benci diriku. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu
kau bersikap sebaliknya." *** Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan
istriku. ===================================================== Ayah,
mengapa keluargamu sangat membenciku? Aku dihina oleh mereka ayah.
Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu? Pernah suatu
ketika aku bertemu Dian di jalan, aku menegurnya karena dia adik iparku
tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya. Sangat terlihat Ayah..
Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia
memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti
itu ayah? Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu
kamu pasti membela adikmu, tak ada gunanya Yah.. Aku diusir dari rumah
sakit. Aku tak boleh merawat suamiku. Aku cemburu pada Desi yang sangat
akrab dengan mertuaku. Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama
mertuaku. Aku sangat marah.. Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku,
ia akan pasti membela Desi dan ibunya.. Aku tak mau sakit hati lagi. Ya
Allah kuatkan aku, maafkan aku.. Engkau Maha Adil.. Berilah keadilan
ini padaku, Ya Allah.. Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi
pada ku.. Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja-manja
lagi padamu.. Aku kuat ayah dalam kesakitan ini.. Lihatlah ayah, aku
kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku.. Aku bisa melakukan
ini semua sendiri ayah.. Besok suamiku akan menikah dengan perempuan
itu. Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui. Tapi aku tak boleh
egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku. Aku harus sadar diri.
Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu. Mengapa harus Desi yang
menjadi sahabatku? Ayah.. aku masih tak rela. Tapi aku harus ikhlas
menerimanya. Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya.
Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku.
Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir. Sebelum ajal
ini menjemputku. Ayah.. aku kangen ayah..
===================================================== Dan kini aku telah
membawamu ke orang tuamu, Bunda.. Aku akan mengunjungimu sebulan sekali
bersama Desi di Pulau Kayu ini. Aku akan selalu membawakanmu bunga
mawar yang berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit
tertusuk duri. Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur. Bunda
akan selalu hidup dihati ayah. Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak
pernah marah.. Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan
telingaku, rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah
dicucinya. Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu
sakit pun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu.. Seandainya Ayah
tak menelantarkan Bunda, mungkin ayah masih bisa tidur dengan belaian
tangan Bunda yang halus. Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat
membutuhkan bunda.. Bunda, kamu wanita yang paling tegar yang pernah
kutemui. Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku.. Bunda.. Maafkan
aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat di tidurmu yang
panjang. Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku
selalu meng-iyakanapa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka.
Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu
saja. Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana? Apakah
Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap setia dialam sana? Tunggulah Ayah
disana Bunda.. Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di sini.. Aku
mohon.. Ayah Sayang Bunda.. Anonymous ***
Langganan:
Postingan (Atom)